Followers

everyone

Senin, 02 September 2013

Kisah Cakkhupala Thera

Hai...guys... setelah di artikel sebelumnya w ngebahas tentang perayaan Ulambana, sekarang w mau berbagi cerita nich tentang kisah salah seorang pertapa pada jaman Sang Buddha. berikut kisahnya....




Pada suatu hari ada seorang pertapa (bhante) bernama Cakkhupala Thera, pertapa ini ingin berkunjung ke Vihata jetavana untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha.
Ketika malam harinya, saat ia sedang melakukan meditasi jalan kaki, tanpa sengaja ,sang Thera menginjak banyak serangga, sehingga serangga tersebut mati.

Keesokan harinya, pada pagi hari yang cerah, serombangan Bhante yang mendengar kedatangan Sang Thera, bermaksud untuk mengunjunginya. dalam perjalanan, di tengah jalan, dekat tempat sang Thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.
salah satu seorang bhante dalam rombongan tersebut heran kenapa banyak serangga yang mati dekat tempat menginap sang Thera, beberapa bhante berpikir bahwa jangan-jangan itu adalah perbuatan dari sang Thera, yang karena jengkel makanya sang Thera membunuh serangga tersebut.

Setelah berpikir demikian rombongan bhante-bhante tersebut mengira bahwa sang Thera telah melanggar Vinaya (peraturan/sila yang di pegang teguh(komitmen) oleh mereka yang menjadi Bhante), maka hal ini perlu dilaporkan kepada Sang Buddha.
alih-alih mengunjungi sang Thera justru rombongan bhante itu malah berbondong-bondong menghadap Sang Buddha unutk melaporkan apa yang terjadi oleh seranga-seranga teersebut.

Mendengar laporan dari para rombangan bhante tersebut, Sang Buddha kemudian bertanya kepada para bhante " Para bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu?", kemudian dengan serempak para bhante tersebut menjawab "Tidak, bhante". Sang Buddha kemudian menjawab " Kalian tidak melihatnya, demikian pula Cakkhupala Thera juga tidak melihat serangga-serangga itu, karena matanya buta. Selain itu Cakkhupala Thera tlah mencapai tingkat kesucian arahat. ia tlah tidak mempunyai kehendak untuk membunuh." 

beberapa bhante kemudian bertanya " Bagaimana seorang bhante bisa mencapai tingkat kesucian arahat tetapi matanya buta?"

dari pertanyaan tersebut kemudia Sang Buddha menceritakan sebuah kisah , berikut kisahnya :

Pada kehidupan yang lampau Cakkhupala Thera pernah terlahir sebagai seorang tabib yang handal. Suatu ketika datanglah seorang wanita miskin, "Tuan tolong sembuhkanlah penyakit mata saya ini, karena miskin saya tidak bisa membayar pertolongan tuan dengan uang, tetapi apabila sembuh, saya berjanji dengan ank-anak saya akan menjadi pembantu tuan", pinta wanita itu. Permintaan itu disanggupi oleh sang Tabib.

Perlahan-lahan penyakit mata yang parah itu mulai sembuh. Sebaliknya, Wanita itu menjadi ketakutan, apabila penyakit matanya sembuh, ia dan anak-anaknya akan terikat menjadi pembantu tabib itu. Dengan marah-marah ia berbohong kepada sang tabib, bahwa sakit matanya bukannya sembuh, malah tambah parah.

Setelah di periksa dengan cermat, sang Tabib tahu bahwa wanita miskin itu berbohong kepadanya. Tabib itu menjadi tersinggung dan marah, tetapi tidak di perlihatkan kepada wanita itu, "oh, kalau begitu akan kuganti obatmu " jawab sang Tabib." nantikan pembalasan ku " serunya dalam hati. Benar, akhirnya wanita itu menjadi buta total karena  pembalasan sang tabib.

Sebagai akibat dari perbuatan jahatnya, tabib itu telah kehilangan penglihatannya pada banyak kehidupannya selanjutnya.

Mengakhiri ceritanya. Sang Buddha kemudian membabarkan Syair di bawah ini :
 



Pada saat Khotbah Dhamma itu berakhir, diantara para bhante tersebut yang hadir ada yang terbuka mata batinnya dan mencapai tingkat kesucian arahat dengan mempunyai kemampuan batin analisis ' Pandangan Terang ' (Pati-Sambhida)

nah itulah kisah tentang Cakkhupala Thera, dari kisah ini kita dapat menarik berbagai nilai bijaksana bagi kehidupan kita. sampai disini dulu ya w berbagi kisahnya next time w share cerita lagi ok!... terimakasih...

Sumber : Buku Dhammapada Atthakatha, kisah-kisah Dhammapada.Vidyasena, Vihara Vidyaloka, jl.Kenari Gg. Tanjung I No 231, Yogyakarta-55615, 1997. Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar